24.7.09

Prahara Usia 19


Prahara usia 19

Usiaku satu semester yang salu sembilan belas tahun. Sebuah usia yang sangat krusial bagi kehidupanku. Beberapa hari yang lalu aku mencoba mereview apa saja yang telah terjadi selama enam bulan aku menjabat sebagai seorang gadis berusia sembilan belas tahun.

Beberapa orang menganggap bahwa usia berkepala satu, adalah usia dimana nafas remaja masih sangat kencang berhembus pada egonya, pada tingkat kedewasaannya. Ya memang, banyak orang menganggap bahwa usia sembilan belas adalah usia remaja, dimana pada usia segini, masih dianggap dewasa yang dipaksakan dan anak kecil berbaju orang besar. Artinya? Terlalu kekanak-kanakan untuk dianggap orang dewasa, namun sudah tidak pantas lagi untuk dikatakan anak-anak.

Sedangkan aku? Aku menganggap diriku bukan anak-anak lagi, bukan remaja. Tapi masih terlalu dini untuk menganggapku orang dewasa. Kamu ingat cuplikan lagu Britney Spears? “I’m not a girl, not yet a woman”. Yeah that is me. Tapi jujurlah aku katakan, bahwa aku sudah bisa dikatakan dewasa ketimbang teman-teman seumuranku. Bukannya geer atau apa ya, tapi coba kamu bandingkan, diantara teman satu kelas, meskipun aku bukan yang paling muda, tapi akulah yang punya pandangan dan pemikiran lebih dewasa dibanding yang lainnya. Lihat saja temanku, ada yang usianya dua tahun di atasku, tapi pemikirannya masih kanak-kanak, belum mampu diajak berpikir dan membicarakan masalah orang dewasa. Bandingkan saja aku dengan kakak perempuanku. Aku bisa jamin aku lebih dewasa dari dia. Sewaktu sepupuku yang seumuran denganku itu melahirkan, aku sungguh ngga rela. Bayangkan saja, aku lebih siap menjadi ibu dibandingkan dia.


Heiiii,… aku tidak sedang mendongeng ataupun berbicara bohong denganmu,.. ini serius. Tapi,.. kenapa semua orang menganggapku anak kecil? Aku bukan anak kecil, aku juga bukan ABG. Aku ingin dihargai sebagai orang dewasa. Aku benci dengan mereka yang menganggapku anak kecil. Aku jadi ingat beberapa bulan yang lalu sewaktu diwawancarai kapan target menikah (aneh ya ada wawancara ditanya begituan?). kalau aku mau bicara jujur, sebenarnya targetku menikah itu ya di usia sembilan belas tahun ini. Tapi berhubung aku tahu yang mewawancaraiku ini belum menikah, dan mungkin sedikit heran juga dia kalau aku jujur, maka keluarlah angka dua puluh dua, angka karangan yang baru saat itu juga kepikiran olehku.

Oh iya, aku perlu juga menegaskan disini. Bahwa sebenarnya, bukanlah dengan menikah saja yang bisa menentukan tingkat kedewasaan seseorang. Dan bukan karena alasan ini aku mau dianggap sebagai orang dewasa. Case closed ya soal ini. Aku khawatir ini akan membekas di otakmu tentang diriku, meskipun pembicaraanku nanti tidak akan jauh dari ini. Tapi bukan itu tujuanku.

Kenapa aku jadi curhat ini sama kamu? Karena aku lagi sebel sama orang rumah. Aku sebel sama kakakku. Aku ngga suka diperlakukan seperti ini. Bayangkan, aku tidak dilibatkan sama sekali dalam rencana pernikahan kakakku. Sama sekali ngga dianggap kata-kataku, bahkan aku di suruh masuk kamar dan tidur..!! Aku ngga suka, beneran…! Aku pengen terlibat pembicaraan, menularkan sedikit ilmu yang kumiliki (bukan sedikit sih, tapi banyak, setidaknya lebih banyak dai ilmu yang dimiliki kakakku itu) tentang tata cara pernikahan, tapi apa? Keluargaku itu menganggap aku masih kecil, anak bau kencur. Hupppf,.. aku donkol bin jengkol nih sekarang.

Di bawah, tuh masih terdengar pembicaraan mereka. Mau pakai band buat hiburan? What….? Pakai acara dangdutan segala?. Aihhh, benar-benar dah. Coba ada aku di bawah, aku pasti sudah mendebat mereka dengan ilmu bersilat lidahku yang lihai. Ahh kakakku sama aja. Waktu aku jelasin baik-baik kemarin, gak perlu pakai hiburan, gak perlu dandan heboh-heboh, gak perlu sewa gedung, dia bilang apa?

“Dasar anak kecil, kamu itu gak tahu apa-apa. Lagian aku asik-asik aja, mau pake band, mau dangdutan, lebih rame kan lebih bagus.”

Uuuwhhh aku mendidih dengarnya. Hei, padahal aku bicaranya sudah baik, sudah bil hikmah, wal mau‘idzatil hasanah. Ngga kayak gaya curhatanku kali ini lho, beneran. Waktu aku nasehatin, belikan buku-buku tentang pernikahan, mendidik anak sholeh, ehhhhh disemprot lagi dah,..

“Anak kecil kok bacaannya begini.”

Akhirnya aku juga yang baca semua buku itu.

Kenapa sih aku diperlakukan kayak anak kecil begini? Aku sebel lho,.. padahal kakakku itu yang lebih kekanakkan dibandingkan aku. Padahal, kakakku itu yang paling manja gak ketulungan. Padahal, aku cuma pengen dihargai eksistensiku aja. Aku ingin pendapatku diterima, aku ingin suaraku di dengar. Itu saja. Aku ingin menularkan ilmu yang agak dini aku terima ini sama kakakku. Aku ingin menjadikan rumahku ini baiti jannati,… apa caraku yang salah? Nggak kok, sudah baik aku menyampaikannya. Tapi tetap saja. Anak yang usianya berkepala satu belum bisa dipertimbangkan pendapatnya di keluargaku. Apa harus menunggu enam bulan lagi baru suaraku didengar? Duh lama amat, sementara nikahannya kakakku itu udah bulan depan.

Nasehati aku ya kawan,……….



Wassalamualaikum.
Amanda.


Dan klik. Manda mnggeserkan kursor ke arah send dan di kliknya. Dia mengatur napasnya yang sedari tedi menggebu. Juga menahan teriakannya yang sedari tadi ingin di keluarkannya.

Di bawah, masih terdengar jelas pembicaraan orangtuanya, dan pembicaraan calon orangtua kakakknya. Manda gemes pengen ikut duduk berunding. Namun, Erina kakaknya menghadang ketika ia akan memasuki ruang tamu.

“Ngga boleh ikut ya sayang, sana cuci muka gosok gigi tidur.”

Dan kemudian Manda cuma bisa menggerutu di depan komputer dan mulai mengkoneksikan jaringan internet dan mengirim email ke sahabatnya yang berapa ribuan kilometer darinya.

Ngga lama, handphonenya berdering, tanda sms masuk. Segera di buka isinya dan dibacanya.

“inet lola ni. Smsn aj y. Jiah jdulx, kirain prahara paan. Aku kok jadi takut km trmasuk org yg wajib nikah y, Man.”

Sembari mematikan komputernya dan merebahkan diri ke kasur, Manda mengetik balasan sms ke Risma, sahabatnya yang kuliah di luar kota.

“eh, yg mo nikah kk prempuan q, bkn aku lho yaw.”

“hehe bcanda. Hbis curhatanmu berat euy temanya. Ntar ku bahas ama mba kostku dulu yach. Gbs jwbnya euy. Aku kan masi kecil :p ”

“gak sopaaannnnn…!!! Buruan, dah mendidih nih. Klo skrg siang aja, dah naek gunung nih ngeluarin uneg2”

“dsar anggun… ank gunung wkwkkkkk…….”













2 comments:

  1. ow, kirain curhatan, cuma cerpen toh ^^
    nisa kan anak pertama toh :D

    ReplyDelete
  2. ini cerpen,.. dengan sedikit curhatan juga :hihi: %peace% nanti ada sesion duanya,... coming soon :yihaa:

    ReplyDelete