10.7.09

Selalu Ada Hikmahnya




“Minum Rian”. Katanya sembari memberikan air mineral itu dan mengusap punggungnya.

Sementara Rian, membalas dengan senyum pucat dari wajahnya. Segera saja dia guyurkan air itu ke wajahnya, kemudian berjongkok dan meminumnya sedikit. Tak lama, cairan itu keluar lagi meskipun tak sebanyak sebelumnya.

Lima menit. Sepuluh menit. Dan pada menit yang ke lima belas, Rian bangkit dan menuju motornya yang terparkir anggun di dekatnya.

“Hey mau kemana?”. Tanya Mela di sebelahnya.

“Ke kampus”. Jawabnya lemah, kemudian melirik ke arloji silver di tangan kirinya. “Kita sudah terlambat 13 menit”. Dan kemudian, “Hoekkkksss…”. Rian kembali menuju pinggir selokan.

“Udah gak usah kemana-mana sini aja”. Kembali Mela mengelus punggung sahabatnya.

Dengan sisa-sisa kekuatannya dia menjawab pernyataan sahabatnya.

“Ga bisa, sudah bolos tiga kali. Kalo ini ga turun, ngga bakal bisa ujian”.

“Tapi ngga bisa Rian, kamu aja masih begini”.

Sebenarnya dalam keadaan normal, Rian bisa saja memberikan sejuta argumentasi maupun opininya agar Mela menuruti perkataannya. Tapi kan kondisinya beda. Rian juga sadar kalau dia kali ini ngga bisa bawa badannya sendiri, apalagi bawa motor beserta tumpangannya yang imut itu.

“Tapi kalau kita paksain masuk kan ngga bisa juga, kita udah telat nih”.

“Ibunya kan kooperatif, datang jam berapapun ngga masalah, yang penting absen jujur, ngga nitip”.

“Tetap aja ngga bisa. Atau…”. Mela menarik kunci motor yang dibawa Rian pada tangan kirinya. “Ijinkan aku jadi penyelamatmu hari ini oke”

“Tapi Mel,…”

“Naik atau terancam ga bisa ujian?”. Ancam Mela, dan dia tersenyum. Akhirnya bisa menang berdebat dengan Rian.

Rian ngga bisa berpikir jernih. Kepalanya masih nyut-nyutan, dan semakin parah karena dia memikirkan kalau ternyata tidak bisa ujian beneran. Duh, menyesal juga dia mengambil jatah libur terlalu banyak, meskipun sebenarnya untuk alasan yang bisa dimaklumi sebagian kecil orang. Pertama sakit, kedua ada aksi, ketiga ada syuting alias syuro penting.

“Hayuk ibu Rianda Puspa Dewi, kau harus percaya dengan kemampuanku naik motor”.

“Bismillahirrahmanirrahim, jangan takut ya Rian, jangan banyak bergerak”. Kembali Mela mengomandoi.

Dan brumm,…. Motorpun melaju pelan. Benar-benar pelan untuk seukuran Rian. Sepanjang perjalanan Mela tidak henti-hentinya berbicara. Kepala Rian yang sakit, ditambah khawatir akan keselamatan dirinya, sahabatnya, dan motornya, dan juga ancaman ga bisa ujian terus menghantuinya. Jadi wajar saja dia protes gara-gara suara berisik sang pengendara.

“Fokus kedepan, jangan banyak ngobrol, kepalaku pusing nih”. Omel Rian.

“Waduh Rian, kalo aku ngga diajak ngobrol bisa grogi nih. Maklum pertama kali ngebonceng duduk samping begitu”.

“What?”. Sontak Rian tersentak dan membuat motor sedikit bergoyang.

“Sudah dibilang jangan banyak gerak…..”

Dan Rian hanya bisa tertunduk lesu sembari mencium minyak kayu putih yang sedari tadi di genggamnya. ‘Begini ya rasanya jadi penumpang, biasa jadi joki sih’. Gumamnya.

“Rian, ngobrol lagi. Kenapa sih kamu kok bisa muntah-muntah begitu? Habis makan duren ya? Atau habis begadang? Atau…..”. Celoteh Mela.

Rian hanya tersenyum tak mampu menjawab. Mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi dari semalam. Tetangganya baru datang dari Kutai Barat, dan bawa duren sekarung. Benar-benar sekarung. Malam sebelum tidur, dimakanlah dua buah sendirian. Pukul 3 malam, bangun lail lanjut nonton bola sampai subuh. Shalat, setelah itu ingat cucian belum dicuci. Setelah puas main air, buat sarapan pagi. Dan rupanya, si Hitam manis ini lupa belum mengerjakan PR Fismat. Sambil sarapan, Rian tergoda lagi sama bau duren yang sedari tadi malam menghiasi dapurnya.

Kalau tidak ditelepon Mela mungkin Rian ngga sadar kalau sudah nyaris hampir akan telat. Dan waktu tempuh rumah ke kampus yang biasanya setengah jam dipangkas jadi lima belas menit. Dan akhirnya di tengah jalan terjadilah kejadian mual tadi.

“Rian, Rian. Ngga usah cerita aku juga bisa nebak kok. Haha. Dengarkan ya. Hikmah pertama hari ini adalah,,……

Jangan pernah meremehkan kemampuan orang lain. Terbukti kan aku bisa naik motor dan gonceng kamu. Pengalaman pertama nih, hehehe…..

Hikmah nomor dua, jangan menyukai sesuatu secara berlebihan. Ngaku deh, habis makan duren kan? Kamu tuh sih kalau cium bau duren kayak orang kesurupan aja makannya,.

Hikmah nomor tiga,… Sabar ya bu…. Kalau naik motornya sabar, sampai juga kok ngga perlu ngebut.”

Dan memang benar saja, mereka sudah dekat dengan kawasan kampus.

“Hikmah nomor empat, berkendaralah yang sopan selama di jalan. Taati peraturan lalu lintas, kalau mau belok pasang rating, kalau mau jalan pakai helm standar yang baik dan benar”.

Rian panas juga nih dinasehatin yang terakhir ini. ‘Hei Mela, kejadian ini ngga ada hubungannya dengan pelanggaran lalu lintas, kecuali kalau ngebut di jalan itu termasuk pelanggaran, hehe’.

“Ngga punya SIM itu termasuk melanggar lalu lintas lho Mel”. Kata Rian pelan.

“Oh iya ya,.. Hahaha anggap aja itu ngga termasuk”. Jawab Mela renyah, sadar ngga punya SIM saolnya dia.

“Lanjut ah. Hikmah nomor lima, aturlah Rian waktumu itu yang baik. Senangnya ngerjakan sesuatu mepet-mepet. Kalau ada kejadian unpredictable gini kan bisa di antisipasi. Minimal berangkat ke kampus itu 45 menit sebelum kuliah. Terus, kalau ada tugas selesaikan cepat, ga usah tunggu besok. Oke? Mumpung Bu Rianda ngga bisa banyak ngomong sekarang, gantian Mela yang imut ini bicara ya Bu,… hahaha”.

Mereka sudah memasuki kawasan kampus. Dan kemudian keduanya terpaku melihat kelas mereka yang sangat lengang.

“Sebelum bilang hikmah nomor enam, aku mau tanya nih. Kok kampus sepi?”. Tanya Mela gugup.

“Ngga tahu”.

“Ini tanggal merah bukan?”.

“Ngga tahu”.

“Rian, hari ini libur bukan?”. Suara Mela meninggi.

“Ngga tahu. Aduh Mel kepalaku tambah sakit…!”.

“Kepalaku juga.”

Dan hikmah nomor enamnya. Lihat kalender sebelum pergi kuliah…!! Aduh hari libur apa sih hari ini......?”.. Kata Mela setengah berteriak.

“Hikmah nomor enam itu, alhamdulilah hari ini ngga bolos atau terlambat masuk kuliah”. Jawab Rian dengan senyum pucatnya.

Selalu ada hikmah kok di balik setiap kejadian, 








Samarinda, 7 juli 2009



Tiba-tiba saja, motor yang dikendarai dua orang gadis itu mendadak berjalan pelan. Setelah sebelumnya menari-nari di jalan raya denagn kecepatan di atas 60 km per jam, menerobos truk yang sedang melaju dan selamat melewati lubang besar yang menganga di pinggir jalan, mendadak motor itu mengurangi kecepatannya secara drastis, menepi, dan berhenti. Sang pengendara langsung saja melepas helmnya dan berdiri ke tepi selokan, menepiskan jilbabnya yang terjuntai panjang dan mengeluarkan cairan yang sedari tadi mengguncang perutnya.

Sementara Mela, gadis mungil yang sedari tadi terguncang juga dibawa kebut-kebutan oleh pemilik motor, terlihat begitu panik, terlebih ketika mendengar suara-suara yang berasal dari muntahan Rian, sahabatnya. Tak lama dia pergi, dan kembali dengan sebotol air mineral.

0 komentar:

Post a Comment