15.7.09

Model Pembelajaran yang Efektif bagi Penderita Autisme

Oleh : Nur Annissa Rahmah



Abstract: sometime we cannot comprehend world owned by autistic child. though, given the and see through their world, we earn to know what they want and how effective study model for them. and the mportant things is we earn to develop;build effective communications to assist them, even we earn to alter friend life become normal return. education is medium able to alter personality of someone . by comprehending education method to child of autis, hence we will make way to their world and can draw up them to face life like other normal child in general. The main factor that be notice for successful of curing management or helping the development of autistic children, was connected with the appropriation to certain specification of a problem with the weakness / lack on the children that must be identificated. Without the clear and appropriate information about the ability ang lack kevel on examination, will cannot be made an effective and appropriate program to help the development of the children.
Key word: the meaning of authistic, approach of study for authistic.


Pengertian Autisme dan Autistik

Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri "Isme"
yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada
dunianya sendiri. Autisme juga suatu keadaan di¬mana seseorang anak berbuat semau¬nya sen¬diri baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun.

Au¬tisme bisa mengenai siapa saja, baik sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak-anak atau¬pun de¬wasa dan semua etnis (Faisal Ya¬tim da¬lam Kasih, 2006).
Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak
sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah
ada sejak lahir. Penyandang autisme seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diper¬kenalkan sejak tahun 1913 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan itu sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Au¬tisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) di¬mana terjadi penyimpangan per¬kem¬bangan sosial, kemam¬puan berbahasa, dan kepedulian terhadap se¬kitar sehingga a¬nak autisme seperti hidup da¬lam dunia¬nya sen¬diri (Handojo, 2003).
Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental,
sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk
bidang-bidang tertentu (savant).

Karakteristik Penderita Autisme
Anak autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:
1. Komunikasi:
o Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
o Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna,
o Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
o Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain
o Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
o Senang meniru atau membeo (echolalia)
o Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya
o Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa
o Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu
2. Interaksi sosial:
o Penyandang autistik lebih suka menyendiri
o Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
o tidak tertarik untuk bermain bersama teman
o Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
3. Gangguan sensoris:
o sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
o bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
o senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
o tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Pola bermain:
o Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,
o Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,
o tidak kreatif, tidak imajinatif
o tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar
o senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,
o dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana
5. Perilaku:
o dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)
o Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang
o tidak suka pada perubahan
o dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
6. Emosi:
o sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan
o temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya
o kadang suka menyerang dan merusak
o Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
o tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain


Pendekatan Pembelajaran
Ada beberapa model pendekatan pembelajaran bagi penderita autisme. Pendekatan pembelajaran tersebut didapat melalui pendidikan formal dan pendidikan di rumah. Pendidikan di rumah tersebut adalah pendidikan atau pengajaran yang diberikan secara khusus oleh orang tua dengan metode yang berbeda sebagai bekal awal bagi anak yang menderita autistik. Pendidikan tersebut berupa terapi-terapi khusus.
Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.
Terapi-terapi di atas dapat diberikan oleh terapis yang berpengalaman, namun ada baiknya peran serta orang tua sangatlah diperlukan disini, dan hendaknya perlakuan dan kasih sayang orang tua akan memberikan efek yang sangat baik bagi perkembangan mental anak. Peran orang tua dan guru/terapis dalam mengembangkan po¬tensi amak secara menyeluruh sangatlah besar. Dibutuhkan usaha dan kerja keras tanpa henti serta kesediaan untuk men-coba berbagai cara untuk menggali potensi anak dan mengem¬bang¬kannya se¬optinal mungkin.
Pendekatan pembelajaran bagi penderita autistik adalah sebagai berikut:
A. Program Intervensi Dini:
1. Discrete Trial Training dari Lovaas: Merupakan produk dari Lovaas dkk pada Young Autistikm Project di UCLA USA, walaupun kontroversial, namun mempunyai peran dalam pembelajaran dan hasil yang optimal pada anak-anak penyandang autistik. Program Lovaas (Program DTT) didasari oleh model perilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) yang merupakan faktor utama dari program intensive DTT. Pengertian dari Applied Behavioral Analysis (ABA), implementasi dan evaluasi dari berbagai prinsip dan tehnik yang membentuk teori pembelajaran perilaku (behavioral learning), adalah suatu hal yang penting dalam memahami teori perilaku Lovaas ini. Metode ini dipilih karena beberapa alasan, antara lain karena metode ini sangat terstruktur sehingga dengan mu¬dah dapat diajarkan kepada tera¬pis yang akan menangani anak autis. Materi yang akan diajarkan dengan metode ini juga telah tersedia walaupun harus diter¬jemahkan dan disesuaikan dari bahasa Inggris ke ba¬hasa Indonesia.
Teori pembelajaran perilaku (behavioral learning) didasari oleh 3 hal:
• Perilaku secara konseptual meliputi 3 term penting yaitu antecedents/perilaku yang lalu, perilaku, dan konsekwensi.
• Stimulus antecendent dan konsekwensi sebelumnya akan berefek pada reaksi perilaku yang muncul.
• Efektifitas pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadap antecendent dan konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yang positif sebagai kunci dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baik dapat terus dilakukan, sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui time out, hukuman, atau dengan kata tidak).
Dalam teknisnya, DTT terdiri dari 4 bagian yaitu:
• stimuli dari guru agar anak berespons
• respon anak
• konsekwensi
• berhenti sejenak,dilanjutkan dengan perintah selanjutnya
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for preschooler and parents)
Intervensi LEAP menggabungkan Developmentallly Appropriate Practice (DAP) dan teknik ABA dalam sebuah program inklusi dimana beberapa teori pembelajaran yang berbeda digabungkan untuk membentuk sebuah kerangka konsep. Meskipun metoda Ini menerima berbagai kelebihan dan kekurangan pada anak-anak penyandang autistik, titik berat utama dari teori dan implementasi praktis yang mendasari program ini adalah perkembangan sosial anak. Oleh sebab itu, dalam penerapan ini teori autistik memusatkan diri pada central social deficit. Melalui beragamnya pengaruh teoritis yang diperolehnya, model LEAP menggunakan teknik pengajaran reinforcement dan kontrol stimulus. Prinsip yang mendasarinya adalah :
1. Semua anak mendapat keuntungan dari lingkungan yang terpadu
2. Anak penyandang autistik semakin membaik jika intervensi berlangsung konsisten baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat
3. Keberhasilan semakin besar jika orang tua dan guru bekerja bersama-sama
4. Anak penyandang autistik bisa saling belajar dari teman-teman sebaya mereka
5. Intervensi haruslah terancang, sistematis, individual
6. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan yang normal akan mendapat keuntungan dari kegiatan yang mencerminkan DAP. Kerangka konsep DAP berdasarkan teori perilaku, prinsip DAP dan inklusi.
3. Floor Time:
Pendekatan Floor Time berdasarkan pada teori perkembangan interaktif yang mengatakan bahwa perkembangan ketrampilan kognitif dalam 4 atau 5 tahun pertama kehidupan didasarkan pada emosi dan relationship (Greenspan & Wieder 1997a). Jadi hubungan pengaruh dan interaksi merupakan komponen utama dalam teori dan praktek model ini.
Greenspan dkk mengembangkan suatu pendekatan perkembangan terintegrasi untuk intervensi anak yang mempunyai kesulitan besar (severe) dalam berhubungan (relationship) dan berkomunikasi, dan tehnik intervensi interaktif yang sistematik inilah yang disebut Floor Time. Kerangka konsep program ini diantaranya:
• relationship
• acuan (milestone) sosial yang spesifik
• hipotetikal tentang autistik
4. TEACCH (Treatment and Education of Autistik and Related Comonication Handicapped Children)
Divisi TEACCH merupakan program nasional di North Carolina USA, yang melayani anak penyandang autistik, dan diakui secara internasional sebagai sistem pelayanan yang tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketiga program yang telah dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yang berkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk anak penyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat sekitar, tunjangan hidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam program TEACCH harus memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang termasuk, speech pathology, lembaga kemasyarakatan, intervensi dini, pendidikan luar biasa dan psikologi. Konsep pembelajaran dari model TEACCh berdasarkan tingkah laku, perkembangan dan dari sudut pandang teori ekologi, yang berhubungan erat dengan teori dasar autisme.
Untuk program terapi intervensi dini Erba dalam American Journal of Orthopsychiatry yang dilansir pada Januari 2000, empat program intervensi dini bagi anak autistik, yaitu Discrete Trial Training (DTT), Learning Experience an Alternative Program for preshoolers and parents (LEAP), Floor Time, dan Treatment and Education of Autistic and related Communication handicapped CHildren (TEACCH).
Program DTT adalah program individu yang berdasarkan kekurangan pada anak (child’s deficits), namun program intervensinya mengikuti suatu bentuk kurikulum standar. “Meski profil anak menentukan program awal, tetapi semua anak harus menguasai bahan yang sama untuk semua perintah,” kata Tri Gunadi.
Pada program Lovaas, orangtua diminta menyediakan 10 jam dari 40 jam terapi setiap minggunya dan orangtua dilatih dalam melakukan prosedur terapi. Pada Floor Time orangtua juga dilatih selaku terapis, dan program didasari kekurangan anak itu sendiri(child’s deficits). Baik DTT dan Floor Time dilakukan terutama dirumah. Sebaliknya intervensi dini pada TEACCH dan program LEAP dilakukan di lingkungan sekolah (center) dengan dukungan konsultatif dan bantuan untuk program dirumah.

Para orangtua harus turut serta secara aktif dalam program terapi, tetapi tidak diminta untuk melakukan intervensi one on one untuk anak-anaknya. TEACCH didasari kelebihan anak, sedangkan LEAP didasari kelemahannya. Semua program menekankan pentingnya program intensif, namun besar waktu intervensi berkisar antara 15 sampai 40 jam per minggu.
Anak autistik yang mendapatkan program intervensi dini dan terapi penunjang lainnya, dipersiapkan secara baik dalam kelas transisi serta mendapat kesempatan ikut serta dalam pendidikan lanjutan. Tapi, hal itu seharusnya didukung oleh semua pihak, baik guru, teman-teman sekelas, orangtua mereka, serta lingkungan dan masyarakat sekitar.


Layanan Pendidikan Lanjutan
Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh" dari gejala autistiknya. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya. Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru tingkah laku anak normal seusianya.
1. Kelas Terpadu sebagai kelas transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).
Tujuan kelas terpadu adalah untuk membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler dan belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya
Prasyarat:
1. Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb)
2. Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist, terapis, guru dan orang tua/relawan)
3. Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi dilakukan ( mis: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)
2. Program inklusi (mainstreaming)
Program ini dapat berhasil bila ada:
1. Keterbukaan dari sekolah umum
2. Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal
3. Peningkatan SDM/guru terkait
4. Proses shadowing/dapat dilaksanakan Guru Pembimbing Khusus (GPK)
5. Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya)
6. Anak dapat tamat (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers.
7. Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum
Anak autistik mempunyai cara berpikir yang berbeda dan kemampuan yang tidak merata disemua bidang, misalnya pintar matematika tapi tidak suka menulis dsb.
Kesulitan-kesulitan anak pada bulan-bulan pertama antara lain:
1. Kesulitan berkonsentrasi
2. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru
3. Perilaku anak masih sulit diatur
4. Anak berbicara/mengoceh atau tertawa sendiri pada saat belajar
5. Timbul tantrum bila tidak mampu mengerjakan tugas
6. Komunikasi belum lancar dan tidak runtut dalam bercerita
7. Pemahaman akan materi sangat kurang
8. Belum mau bermain dan berkerjasama dengan teman-temannya
Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autistik didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai shadow/guru pembimbing khusus (GPK). Tugas seorang shadow guru pembimbing khusus (GPK) adalah:
1. Menjembatani instruksi antara guru dan anak
2. Mengendalikan perilaku anak dikelas
3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi
4. Membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya
5. Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya.
Guru pembimbing khusus adalah seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang berlaku.
3. Sekolah Khusus:
Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal.
Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan olahraga, Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha kecil, Sekolah komputer, dlsb.
4. Program sekolah dirumah (Homeschooling Program):
Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta dalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang disekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan orangtua ini merupakan cara terbaik untuk mengeneralisasi program dan membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila memungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan terapis di rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah reguler/SLB untuk bidang yang ia kuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang autistik.

Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa (anak autistik) yang belajar dan guru pembimbing yang mengajar. Dalam upaya membelajarkan anak autistik tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model untuk anak autistik harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak autistik pada umumnya mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Maka guru pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak autistik.
Komponen-komponen yang harus ada dalam kegiatan belajar mengajar adalah :
1. Anak didik yakni anak autistik dan anak-anak yang masuk dalam spektrum autistik.
2. Guru pembimbing. Seorang guru pembimbing anak autistik harus memiliki dedikasi, ketelatenan, keuletan dan kreativitas di dalam membelajarkan anak didiknya. Sehingga guru pembimbing harus memahami prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran untuk anak autistik.

Prinsip-prinsip Pendidikan dan Pengajaran
Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Terstruktur
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi :
• waktu
• ruang, dan
• kegiatan
b. Terpola
Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur.
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapi).
c. Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua, demikian pula selanjutnya.
d. Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsisten mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi pembelajaran di sekolah dan dirumah.
e. Kontinyu
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).
3. Kurikulum
Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik tentunya harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada kemampuan dan ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi masing-masing individu.
4. Pendekatan dan Metode
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatan dan program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakan perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak. Metode dalam pengajaran anak autistik adalah metode yang memberikan gambaran kongkrit tentang "sesuatu", sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang "sesuatu" tersebut.

Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak Autistik.
Tingkat keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran anak autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Berat/ringannya kelainan/gejala
2. Usia pada saat diagnosis
3. Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa
4. Tingkat kelebihan (streng) dan kekurangan (weakness) yang dimiliki anak.
5. Kecerdasan/IQ
6. Kesehatan dan kestabilan emosi anak
7. Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat).

Kesimpulan
Setiap manusia dilahirkan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Anak dengan perlakuan khusus seperti penderita autisme juga membutuhkan pendidikan dan pembelajaran yang akan menunjang kebutuhaknnya akan ilmu pengetahuan.
Fungsi seorang pendidik dalam menangani penderita autisme adalah selain sebagai seorang guru, juga menjadi partner dalam proses berlangsungnya penyembuhan dan penanganan anak tersebut.
Tujuan utama dari memahami model pembelajaran ini terhadap anak yang khusus (autis) adalah mengurangi gejala perilaku yang mem¬pengaruhi fungsi perkem¬bangan anak dan mendorong mengem¬bangkan fungsi perkembangan anak seperti me¬ngem¬¬bangkan kemampuan ber¬bahasa, ting¬kah laku, penyesuaian diri, sosia¬lisasi, dan ke¬tra¬m¬pilan bina diri. Jika guru dan orang tua akan me¬ngembangkan pro¬gram, maka terlebih dahulu tentukan tujuan yang akan dicapai dan dilihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat dicapai anak.

Daftar Pustaka
http://arcivmetri.wordpress.com/2008/08/15/desain-ruang-terapi-bagi-anak-autis/
http://autismadiun.blogspot.com/
http://lavender2night.multiply.com/journal/item/15/KEBIJAKAN_PELAYANAN_Pendidikan_Bagi_Anak_Autis
http://puterakembara.org/index.shtml
http://rizkyp13.multiply.com/journal/item/14/INFORMASI_MENGENAI_AUTISME
http://unhalu.ac.id/staff/La_Tahang/?p=30
http://www.borobudurbiz.com/
http://www.ditplb.or.id
http://www.whandi.net/index.php




3 comments:

  1. Ibu, apa ada no. yg bs sy hubungi untuk auditory intergration therapy(AIT)? Terima kasih

    ReplyDelete
  2. Bu, klo anak autistik dipaksakan disekolah umum,, apa dampak buruknya? Mohon jawabannya terimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. setau saya tergantung dengan kemampuan anak tersebut. tetapi akan lebih baik kalau anak tersebut masuk kedalam sekolah inklusi dimana mayoritas disana adalah anak anak normal sehingga anak autis bisa beradaptasi dengan mereka

      Delete