27.7.09

Antara Belajar Masak dan Kehalalan Makanan


Banyak yang mengatakan bahwa perempuan itu musti bisa masak. Tidak harus sih, tapi memang suatu keniscayaan tersendiri bahwa perempuan itu memang dituntut bisa memasak. Mengapa memasak? Padahal banyak pekerjaan rumah lainnya yang harus dikuasai perempuan, tetapi untuk sebagian orang, memasak menjadi suatu prioritas. Soalnya memasak itu hubungannya dengan perut dan lidah. Perut yang merupakan representasi dari kebutuhan primer dan lidah yang berhubungan dengan selera. Kalau keduanya bisa terpenuhi tanpa terlambat, maka akan menumbuhkan semangat dan good feeling setiap hari :)

Saya juga sebenarnya bukan orang yang ahli memasak, tapi masih mencoba untuk menjadi chef pemula. Memasak itu asyik dan mengasyikkan kok. Apalagi kalau berhasil mempraktekkan resep orang atau bahkan mampu menciptakan resep masakan sendiri. Nikmatnya berlipat lho, meskipun terkadang mungkin hasil akhirnya kurang memuaskan.

Mengapa perempuan harus punya keahlian memasak? Karena dengan memasak kita dapat memenuhi kebutuhan pokok diri sendiri maupun keluarga, yakni makan. Selain itu dengan memasak kita juga bisa mengaplikasikan ayat berikut dalam kehidupan kita sehari-hari.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [Q.S. At Tahrim:6]

Lho kok bisa? Ya bisa. Dan itu merupakan tugas kita semua kan? Nah dengan pintar memasak, kita bisa mengontrol makanan-makanan yang kita suapkan ke dalam tubuh kita. Tentang kehalalannya, tentang kebaikannya, dan terhindar dari syubhat. Kalau kita tahu ilmunya, baik itu ilmu memasak, ilmu mengenai makanan yang halal dan thoyyib, maka kita Insya Allah telah melindungi diri sendiri dan keluarga dari makanan yang tidak halal untuk dikonsumsi. Ini ada kutipan hadits mengenai makanan yang tidak halal yang dimasukkan ke dalam tubuh kita.

“Setiap daging yang tumbuh dari makanan haram, maka api neraka lebih utama baginya.” [H.R. Tirmidzi dari Ka’ab bin Ajazah r.a.]

Nah, dengan kita paham ilmunya (tidak hanya ditinjau dari ilmu syar’i tentunya, juga harus ilmu masaknya ya) maka kita sudah berusaha melindungi diri dan keluarga dari dahsyatnya api neraka.

Saya pernah menerangkan suatu hal pada teman, mengenai kehalalan makanan. Pandangan teman saya itu, makanan halal ya sebatas tidak mengandung babi. Dan ketika kami melewati salah satu restauran china, yang di bannernya menempelkan label halal, atau bahkan restauran Manado juga (dalam upaya wara’ nih) saya jelaskan saja, bahwa halal tidak hanya sebatas ada atau tidaknya kandungan babi dalam menu masakannya. Tapi, bagaimana proses membuatnya, apakah di restauran itu punya menu sajian haramnya juga atau tidak, kan panci dan peralatan masak lainnya mungkin saja bercampur. Kemudian, apakah daging lainnya di sembelih mereka sendiri atau oleh pemotongan hewan? Kan yang mulanya berlabel halal jadi syubhat deh, atau malah haram.

Ada juga nih tentang kue. Kalau kita bisa buat sendiri, dan berhati-hati dengan jenis bahan olahan kue, pastinya kita akan meneliti dulu sebelum membuatnya, minimal menyelidiki kehalalan bahan-bahan tersebut dengan melihat kode halal dari MUI yang ada pada kemasannya. Atau kalau mau lebih protect lagi, boleh juga mengecek kehalalannya dari daftar makanan dan minuman yang telah di sertifikasi MUI, bisa dicari lewat internet kok ;) Ya ini adalah upaya kita tentunya untuk melindungi dari api neraka bukan? :)

Pernah icip-icip puding di rumah makan, (ya karena dasarnya saya suka puding) tapi baru ngeh kalau rasanya agak beda. Dan juga ada kue yang di jual tapi pembuatnya ngga terlalu mempersoalkan kehalalannya. Waduh gawat kan kalau kita tidak perhatikan itu. Ya dari situlah kemudian saya giat untuk belajar masak, supaya bisa menjamin kehalalan dari makanan yang saya buat, minimal sebisa yang saya perbuat :)

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” [Q.S. An Nahl:114]

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Q.S. Al Maidah:3]


---------------------------------------------------

394]. Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145

[395]. Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.

[396]. Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.

[397]. Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.

[398]. Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.



1 comment: