12.9.13

Selamat Jalan Renata

Kali ini kamu tertawa dengan lepasnya di hadapanku. Membuatku terlihat semakin bodoh, sangat bodoh. Adakah wanita yang telah dikhianati di hadapannya namun hanya menanggapinya dengan tertawa saja. Perempuan bodoh!

"Sampai kapan kamu mau bermain-main, Rian?" Tanyanya padaku yang masih terlihat bodoh.

"Bodoh...." Ujarku datar.

"Sampai kapan? Kamu mau menunggu sampai kamu tua dan tidak ada yang mau menjadi pelabuhanmu karena rambutmu yang penuh uban, perutmu yang membuncit, atau sakitmu yang perlahan akan menggerogoti?" Tanyanya, masih dengan seringai tawa yang tersungging di bibirnya.

"Atau kamu menunggu usahamu bangkrut? Kekayaanmu menipis dan keuanganmu habis?" Cemoohnya lagi.

Aku hanya tersenyum sinis. Pertama, tidak rela dengan jawaban sikapnya terhadap apa yang telah kulakukan secara terang-terangan padanya. Kedua, menyadari bahwa perkataannya adalah benar.

"Aku hanya ingin berpisah denganmu. Titik." Dengan begitu aku berhenti menyakitimu dengan semua sikapmu yang selalu memaafkan perbuatan bejatku.

Perempuan itu hanya tersenyum. Ah dasar bodoh, bodoh! Perempuan sebaik dirimu, mengapa harus dipertemukan dengan lelaki bejat dan brengsek sepertiku? 

"Setelah adikku yang kamu bawa ke rumah kita, siapa lagi sekarang? Temanku? Sahabatku? Sampai kapan kamu mau menyakitiku dengan menyakiti hati banyak orang lain lagi?"

"Beritahu aku Renata, bagaimana caranya supaya kamu melepasku. Agar kamu tidak terluka, dan aku bebas merdeka." Ujarku pelan. Habis akal.

Perempuan itu hanya tersenyum, sembari menatapku tajam, pandangan matanya menusuk ke dalam jantungku, sebelum mulut beracunnya mengoyak perasaanku.

"Berhentilah bermain-main. Ketika saat itu tiba, aku akan melepaskanmu dengan ikhlas. Dengan tersenyum. Karena malaikat akan menyambutku, menyematkan mahkota atas kepalaku. Karena satu hal yang membuat hatiku bergerak untuk menikah denganmu, aku ingin menjadi istri yang menaatimu, dengan jiwa dan ragaku." 

Percakapan berakhir dengan sebuah belaian tangan halusnya yang menyeka wajahku. Perempuan bodoh! Aku terus memaki atas kesabaran seluas samudera yang dimilikinya.


***

Mengenang percakapan itu, membuat air mataku tidak berhenti mengalir. Renata benar-benar mengabulkan permintaanku kala itu. Aku dilepasnya, dengan sesungging senyuman yang terngiang di ingatan. Impianku, aku mampu terlepas dari ikatannya. Impiannya, ia ingin dilepas dengan predikat istri yang taat kepada suaminya, hingga akhir hayatnya.

Aku melepas kepergiannya sekarang, dengan penyesalan seluas bumi dan seisinya, dengan seikat mawar merah di atas tanah perkuburan yang masih basah. Jika kunci surgamu adalah ketaatanmu padaku, maka kuberikan pengakuan di hadapan Tuhan dan seluruh makhluknya, bahwa kau telah lulus atas ujian itu.

Selamat jalan Renata.

4 comments:

  1. wow! ternyata menang lomba.. Selamaaaaaaaat :) *nyalain petasan*
    Pesan moral: jgn lepas wanitamu sebelum kau menyesal *halah* *kemudian dicatuk nisa*

    ReplyDelete
  2. iya auuu hehehe, sebelum orang tersebut mendendangkan lagu "yang terlewatkan" hohoho

    ReplyDelete