Suatu hari, Rasulullah saw mengutus seorang sahabat untuk mengantarkan seorang ibu yang sudah tua dan papa ke rumah putrinya.
Sahabat yang diminta untuk mengantarannya adalah Abu Dzar.
“Ya Abu Dzar, bisakah tolong antar ibu ini ke rumah Fatimah?”
“Ibu, Ayah, dan nafsuku rela hamba korbankan untukmu, ya Rasulullah saw! Baik, akan segera saya antarkan ke rumah Fatimah.”
Beberapa saat kemudian, sampailah mereka ke rumah Fatimah as-Zahra ra.
“Wahai putri Rasulullah! Ayahanda Anda meminta agar tamu yang sudah tua ini diperkenankan mencukupi kebutuhannya di rumah Anda! Mohon Anda berkenan merawat dan melindunginya.”
“Baik, silakan masuk.”
Demikianlah sikap Ahli Bait, mereka selalu menerima para tamu dengan senang hati. Mereka telah menyadari bahwa setiap tamu yang datang ke rumahnya adalah tamu Allah swt. Fatimah pun menjamu dan membahagiakan tamu yang sudah tua itu. Sampai-sampai, setelah kedua putranya yang masih kecil lelap dalam tidur, ibunda Fatimah mengambil selimutnya untuk diberikan kepada sang tamu.
“Wahai tamu yang diutus Ayahandaku! Mohon berkenan menerima selimut ini agar engkau dapat memenuhi kebutuhanmu,” kata Fatimah.
“Wahai putri Rasulullah yang dermawan dan memiliki akhlak mulia, sungguh diriku adalah seorang yang sudah tua dan papa. Bagaimana dengan selimut ini aku bisa memenuhi kebutuhanku?”
“Wahai tamu mulia yang diutus dengan salam dan pesan dari utusan Allah yang mulia, engkau benar. Namun, apa yang mungkin bisa aku perbuat sehinggga diriku dapat membahagiakanmu? Karena engkau telah datang dengan salam dari ayahandaku yang mulia, entah apa yang bisa engkau terima… entah apa yang bisa engkau terima…”
Demikianlah. Fatimah az-Zahra terus berkata-kata mencari sesuatu di dalam rumahnya yang bisa diberikan kepada tamu itu. Akhirnya, Fatimah az-Zahra mengeluarkan sebuah gelang emas dari tangannya.
“Apakah mungkin gelang emas ini bisa memenuhi kebutuhanmu?”
“Sungguh, semoga Allah senantiasa ridha kepadamu, wahai putri Rasul. Semoga salam dan keselamatan tercurah kepada utusan-Nya yang telah mengirimku ke sini dan semoga juga salam dan keselamatan tercurah kepada Ahli Baitnya yang menerima salam dan pesan Ayahandanya sebagai perintah yang mulia.”
Tamu tua itu sangat bahagia mengetahui kemuliaan Fatimah. Saking senangnya, ia merasa dirinya kembali menjadi muda. Dengan sepenuh tenaga, tamu itu pun berjalan cepat kembali ke masjid untuk menemui Rasulullah saw.“Adakah di antara kalian yang ingin membeli gelang emas ini, wahai saudara-saudaraku!” seru Rasulullah saw di depan masjid.
“Ada!” jawab seseorang dari kerumunan para sahabat yang berada di depan masjid.
“Seberapa yang kamu inginkan?” tanya Rasulullah kepada tamu itu.
“Ayah dan ibu rela aku korbankan kepadamu wahai baginda Rasulullah! Diriku adalah seorang yang sudah tua dan juga papa. Untuk itu, aku menginginkan seekor hewan tunggangan dan beberapa keeping uang agar dapat memenuji kebutuhan sehari-hari.”
“Ambillah ini!” kata seorang sahabat memberikan segenggam uang kepada sang tamu untuk menukar gelang emas yang telah diinfakkan Fatimah az-Zahra yang menjadi teladan bagi sesama orang dalam akhlak dan kedermawanannya.
Sahabat itu kemudian menoleh kepada budaknya seraya berkata, “Hari ini, demi hormatku kepada baginda Rasulullah saw, aku merdekakan dirimu wahai pembantuku yang setia! Ambillah gelang emas ini, haturkanlah kepada Rasulullah saw, dan mohonlah doa darinya!”
Dengan perasaan gembira karena telah dimerdekakan, budak itu segera berlari menghadap Rasulullah saw seraya memberikan gelang emasnya.
“Ya Rasulullah, mohon baginda berkenan menerima hadiah perembahan dari kami.”
Rasulullah pun tersenyum.
“Tolong berikan gelang emas itu kepada putriku, Fatimah!”
Budak yang baru saja mendapatkan kemerdekaannya itu segera berlari kencang dengan seisi jiwanya yang begitu ringan, seolah-olah terbang seperti burung.
Ia segera mengetuk pintu rumah Fatimah.
“Wahai ibunda Ahli Bait, teladan bagi setiap hamba untuk berinfak. Ayahanda telah berkirim salam seraya ingin memberikan hadiah ini kepada Anda.”Benarkah gelang emas itu adalah miliknya yang baru pagi tadi ia berikan kepada sang tamu yang membutuhkan?
“Ya Dzaljalali wal ikram…. Subhanallah!”
[Dari Novel Fatimah az-Zahra, pengarang Sibel Eraslan, halaman 385-389]
0 komentar:
Post a Comment