19.12.16

Cerita Samarinda dan Tambang---sebuah perenungan dan reportase perjalanan




Apa yang terlintas di benak kalian tentang Samarinda?

Jawabannya pasti beragam. Sebuah kota di Kalimantan. Atau, kota yang dialiri oleh Sungai Mahakam. Bisa juga sarung Samarinda karena Samarinda juga merupakan kota yang terkenal dengan sarungnya. Kalau saya, ketika mendengar kata "Samarinda", saya akan langsung teringat dengan sebuah lagu yang sering saya dengar sedari kecil:

Samarinda tepian Mahakam
Tersohor di sluruh Kalimantan
Kota Perniagaan sejak dulu kala
Kebanggaan bangsa Indonesia

Saya lahir dan besar di kota ini, dari kedua orangtua perantauan. Eits, jangan salah, orangtua saya pun ketemu jodohnya di kota ini juga. Bisa dibilang, saya memang terikat secara historis romantis di kota Samarinda. Namun, setelah hampir dua puluh tujuh tahun mendiami Samarinda, apakah saya sudah bisa mengenalnya dengan baik?

Sayang sekali, untuk pertanyaan itu jawaban saya adalah belum. Ya, saya belum mengenal kota ini dengan baik. Hanya sekadar tahu bahwa Samarinda adalah ibukota provinsi Kalimantan Timur, terkenal akan amplang dan sarungnya, dan yang dibelah oleh Sungai Mahakam. Yah, sebuah pengetahuan yang berbekal googling pun semua orang juga tahu. 

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti sebuah tur (katakanlah begitu) atau lebih tepatnya studi lapangan yang bertajuk "mengenal lebih dekat kota Samarinda". Ehem, ini sebenarnya saya saja yang memberikan judul demikian. Dalam benak saya, barangkali kita akan mendapatkan informasi seputar tempat-tempat menarik di kota ini. Namun ternyata, kita memang mengunjungi lokasi yang benar-benar menarik, dalam tanda kutip. Sebuah perjalanan yang menguji pengetahuan serta pemahaman saya tentang kota tercinta. Pada akhirnya, kata-kata "tercinta" yang saya sematkan pada kota Samarinda, harus membutuhkan pembuktian. Sejauh mana pengetahuan saya tentang Samarinda? Seberapa cinta saya dengan kota ini? Sumbangsih apa yang bisa saya lakukan untuknya?


Samarinda dikepung tambang, benarkah?

Pernahkah kalian mendengar tentang Kalimantan Timur sebuah provinsi yang kaya? Tentu saja pernah dengar dong. Provinsi tempat saya tinggal ini termasuk provinsi terkaya di Indonesia. Samarinda, sebagai ibukotanya, pun juga termasuk yang menyumbangkan kekayaan itu meskipun masih kalah dengan kota-kota lain yang memang terkenal dengan hasil buminya. Nah, kita sudah semakin dekat dengan isu yang akan saya bahas di sini.

Samarinda merupakan kota dengan potensi pertambangan yang luar biasa. Menurut portal kota Samarinda (bisa diakses informasinya di sini), potensi pertambangan kota ini besar sekali. Jumlah produksi batu bara pada tahun 2004 sebesar 2.148.094.062 ton, tahun 2005 sebesar 5.774.304 ton, dan tahun 2006 sebesar 4.030.000 ton. Bayangkan saja, itu di tahun 2004 dan 2005. Tentu, semakin lama produksi ini terus berkurang karena produksi ini terus dilakukan sementara jumlah sumber daya pertambangan memiliki batas. Dan, di kota Samarinda, terdapat tiga puluh satu pemilik kuasa pertambangan untuk mengeksploitasi sumber daya berupa batu bara yang tersebar di enam kecamatan. Dan ini yang mencengangkan, peta wilayah kuasa pertambangan batu bara di Samarinda!

Diambil dari situs mongabay.co.id

Ini benar-benar berita baru yang mencengangkan bagi saya. Terlebih lagi ternyata, mengetahui bahwa 71 persen wilayah Samarinda kini dikavling oleh tambang.

"Ada 71 persen luas Kota Samarinda kini dikavling tambang sehingga tambang berada di kawasan permukiman warga. Begitu juga lubang-lubang menganga, beracun, dan ditinggalkan begitu saja. Semua itu Menteri harus tahu."  Merah Johansyah, pada Kompas.com Maret 2015

Informasi di atas juga saya dapatkan dari Mareta Sari, teman perjalanan yang menemani dan memandu kami untuk menguak sisi lain kota Samarinda yang jarang diketahui. 

Pada Kamis, 15 Desember 2016, dengan menggunakan mobil, kami (saya dan teman-teman yang mengikuti lomba menulis #TulisCeritaKotamu) menyusuri beberapa titik di kota ini. Ini bukan perjalanan biasa, atau mengunjungi tempat-tempat menarik yang ada di Samarinda. Melainkan, mengunjungi tempat-tempat yang mendapatkan dampak secara langsung dari kondisi pertambangan batu bara di Samarinda.

Kami mengunjungi Makroman, lokasi di mana ditetapkan sebagai daerah percontohan pertanian di kota Samarinda. Namun, miris sekali mendengar cerita dari warga di sini, bahwa ternyata, lokasi ini tidak luput dari sentuhan pengeboran tambang. Bapak Baharudin adalah salah satu petani yang dengan kukuh mempertahankan tempat ini agar tidak menjadi korban perluasan tambang yang sudah terjadi di sini.

Menurut Pak Baharudin yang juga ketua KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) Kecamatan Samarinda Ilir, sejak perusahaan masuk ke area ini untuk melakukan penggalian batu bara pada tahun 2008, kondisi petani di sini mengalami perubahan drastis. Mulanya, hasil pertanian yang melimpah mengalami penyusutan. Ini terjadi karena proses pertambangan merusak sumber air di tempat ini. Bagaimana mungkin bisa menanam padi dengan baik jika sumber airnya sudah tercemar?

Tidak hanya bermasalah dalam sektor pertanian (penanaman padi) saja, tapi sejak adanya kegiatan pertambangan di tempat ini, tambak pun tidak lagi menghasilkan.

"Ikan-ikannya tidak lagi bisa tumbuh dengan normal. Air tambak jadi terlalu asam," kata Pak Baharudin.

Ikan yang ditangkap warga di danau bekas tambang

Akibatnya, hasil perikanan pun terganggu. Menurut penuturan Pak Baharudin pula, dari pihak CV Arjuna (selaku perusahaan yang melakukan pertambangan di daerah ini) tidak memberikan solusi dari keadaan ini. Hasil ganti rugi pun tidak sesuai dengan nominal kerugian yang dirasakan oleh petani. Tidak ada upaya yang diberikan, dan lubang hasil tambang pun dibiarkan menganga.


Lokasi Lubang Tambang di Makroman


Penuturan serupa juga diberikan oleh Pak Komari (70 tahun), yang tempat tinggal dan sawahnya tidak jauh dari kediaman Pak Baharudin. Menurut cerita Pak Komari, sekarang di sini susah mendapatkan air bersih. Kalau dulu sumur dapat dengan mudah dibuat, sekarang tidak lagi. Tentu ini menyulitkan sebagai seorang petani. Hasil pertanian yang dulu menghasilkan pun, semakin berkurang sebagai dampak adanya izin mengelola hasil tambang di daerah ini.

Yang membuat sedih adalah, di Makroman, semakin banyak lubang-lubang menganga yang dibiarkan begitu saja. Dan lokasi ini begitu dekat dengan area pertanian warga, bayangkan! Lebih miris lagi adalah, danau-danau buatan itu dijadikan warga sebagai tempat memancing. Tidakkah mereka tahu bahwa lubang hasil tambang memiliki kandungan zat kimia yang berbahaya? Memang di sana masih terdapat ikan yang bisa bertahan hidup, tapi ikan itu kecil-kecil bentuknya dan tidak dapat berkembang biak dengan sempurna. Sungguh menyedihkan sekali.

Kami meneruskan perjalanan menuju ke kediaman Bu Rahmawati. Bu Rahmawati adalah seorang ibu yang anaknya menjadi korban meninggal akibat lubang tambang yang dibiarkan begitu saja. Lokasi kediaman Bu Rahmawati di daerah Sempaja. Anaknya yang bernama Raihan meninggal dunia pada tahun 2014, saat sedang bermain dengan temannya di dekat lokasi bekas penambangan batu bara yang dilakukan oleh PT Graha Benua Etam (GBE). Jika dampak akibat dari penambangan batu bara di daerah Makroman lebih kepada hasil pertanian warga sekitar, di tempat ini karena dekat dengan permukiman warga, dampak yang benar-benar nyata adalah meninggalnya seorang anak akibat tenggelam di lubang bekas galian yang dibiarkan begitu saja setelah digali.

Menurut penuturan Bu Rahma, pihak GBE dan pemerintah memang memberikan santunan bela sungkawa terhadap keluarganya. Namun, apakah itu saja cukup? Bagaimana pertanggungjawaban lainnya yang seharusnya diberikan agar kejadian ini tidak berulang lagi? Miris sekali. Kejadian serupa ini sudah sangat sering terjadi di Samarinda. Betapa seperti habis manis sepah di buang, tidak ada upaya yang dilakukan pihak perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang mereka lakukan.


Bagaimana sikap kita terhadap kondisi ini? Harus tutup matakah atau...

Sebuah perjalanan yang singkat namun sarat makna yang sudah kami lakukan, memberikan banyak sekali pelajaran bagi saya. Tentang bagaimana seharusnya kita sebagai warga yang mengaku mencintai kotanya menanggapi masalah ini. Tentang apa yang selayaknya kita lakukan untuk menjaga Ibu Bumi dari kerusakan tangan-tangan yang hanya memikirkan keuntungannya semata tanpa memperhatikan dampak jangka panjang untuk anak cucu di kemudian hari.

Saya jadi banyak merenungkan sebuah makna perjalanan singkat ini. Betapa sebenarnya manusia adalah makhluk yang seharusnya ditugaskan untuk menjaga bumi, menjadi pemimpin yang sebaik-baiknya dalam mengelola bumi. Namun, begitu banyak kerusakan yang terjadi sekarang, disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri.

Saya jadi teringat dengan sebuah novel yang berjudul Dunia Anna karangan Jostein Gaarder. Di sana terdapat kutipan yang menyindir dengan halus tentang kondisi bumi kita saat ini.

"Sebagai primata yang suka bermain-main, inventif, dan berlebihan, kita mudah sekali lupa bahwa pada dasarnya kita adalah bagian dari alam. Namun, apakah kita begitu sukanya bermain-main dan menghamburkan sesuatu hingga permainan itu lebih didahulukan ketimbang tanggung jawab kita atas masa depan planet ini?" Dunia Anna

Berkenalan dengan teman-teman dari JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) Kaltim, membuka mata saya, bahwa ternyata, masih banyak orang-orang yang peduli dengan tanah yang kita pijak ini. Masih ada yang peduli dan cinta dengan kota kita. Lantas, bagi kita sendiri, apa yang bisa kita perbuat untuk kota Samarinda?

Sebagai seorang penulis blog, saya kemudian disadarkan untuk melakukan sesuatu sebagai bukti cinta saya terhadap kota ini. Dengan menuliskannya. Menulis membuat sebuah kisah abadi. Menulis membuat cerita terikat. Dan dengan sebuah tulisan sederhana ini, saya berharap agar bisa menyadarkan banyak orang, tentang cerita kota saya yang ternyata, banyak lubang menganga tanpa disadari oleh banyak pihak.

Saya harap, kota Tepian Mahakam ini dapat terus aman dan makmur, menjadi ibukota yang ramah lingkungan. Dikenal dan dibanggakan bangsa Indonesia karena potensinya, bukan cerita kelamnya tentang perusakan lingkungan yang ada di sana.




2 comments:

  1. sedih yaa... semoga ada pihak yang peduli dengan ini. Demi kota tercinta *tsaaah* :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, ini serem Kak Minda 😂 moga ada yang peduli dan nggak mengeruk keuntungan sendiri 😡 sayang banget kemaren nggak ikutan jalan2nya, seru banget lho kita becek2an ke sawah 😁

      Delete